Foto-Foto Penumpang Serta Crew Pesawat Sukhoi Sebelum Take off
Hilangnya Sukhoi Superjet 100 di wilayah sekitar Bogor, Jawa Barat, Rabu (9/5), pesawat penumpang pertama yang diproduksi oleh Sukhoi, merupakan pukulan telak bagi industri penerbangan sipil Rusia yang sedang ancang-ancang untuk tinggal landas.
Pesawat itu merupakan pesawat sipil pertama yang diproduksi Sukhoi pasca-runtuhnya Uni Soviet dan menjadi andalan Kremlin untuk memajukan teknologi dirgantara Rusia, agar tidak kalah dari negara Eropa lainnya.
Pabrikan pesawat sipil Rusia lain seperti Tupelov, Antonov, dan Ilyushin sebelumnya dilanda oleh berbagai permasalahan mulai dari kecelakaan beruntun dan kebangkrutan. Pesawat-pesawatnya hanya laku di Iran, Kuba, sebagian Afrika, dan negara-negara pecahan Uni Soviet.
"Pesawat itu sangat layak terbang." kata pejabat kementrian transportasi Rusia kepada kantor berita Interfax.
Menurut dia sebelum terjadinya kecelakaan di Bogor, pesawat itu telah menjalani pengecekan dan tidak ada hal yang mencurigakan. Superjet telah mendapatkan sertifikat layak terbang dari badan keselamatan penerbangan Eropa (EASA) pada Februari 2012.
Superjet 100 dibangun dalam kerjasama dengan Alenia Aeronautica, sebuah divisi dari raksasa enginering Italia engineering, Finmeccanica. Dengan 25 persen saham dalam proyek Superjet, Alenia membantu menjual produk-produk Sukhoi ke Eropa Barat, Amerika Utara dan selatan, Jepang, dan Australia, melalui sebuah cabang perusahaan di Venesia, Italia.
Dalam soal harga, Superjet 100 sangat menggiurkan. Satu unit SSJ 100 yang mempunyai 98 tempat duduk dibanderol dengan harga $31,7 juta atau setara Rp.293,5 miliar - harga yang kira-kira dua pertiga lebih murah dari pesaingnya Embraer dari Brazil dan Bombardier asal Kanada.
Sukhoi sering mengklaim jika Superjet 100, yang tergolong pesawat berdaya jelajah menengah, mempunyai biaya operasional yang jauh lebih murah ketimbang produk sekelas. Akan tetapi jika melihat dimensinya, pesawat itu mempunyai bobot dua ton lebih berat dari yang disampaikan kepada para maskapai penerbangan.
Berat yang berlebihan itu dipastikan akan membuat pesawat itu lebih boron dalam konsumsi bahan bakar sehingga membuatnya sangat tidak menarik bagi operator.
Masalah tidak berhenti di situ. Penelusuran NTV, saluran televisi Rusia, menemukan bahwa 70 orang insinyur yang terlibat dalam pembuatan pesawat itu mempunyai ijazah palsu. Mereka mendapatkannya setelah menyogok seorang akademisi lokal.
Sukhoi berkilah bahwa para "insinyur bodong" itu tidak terlibat langsung dalam perakitan pesawat.
Dan ketika pesawat sipil perdana dari Sukhoi itu memasuki pasar tahun 2011, dioperasikan oleh maskapai penerbangan Rusia, Aeroflot, masalah kembali muncul. Pesawat perdana yang akan terbang terpaksa dikandangkan karena ditemukan kebocoran pada pipa AC.
Superjet 100 adalah pesawat komersial satu-satuya dari Sukhoi. Delapan Superjet kini telah beroperasi dan perusahaan itu mengklaim bahwa telah ada 200 unit lagi yang telah dipesan.
Sukhoi berharap bisa menjual 1000 unit pesawat komersial dalam dua dekade mendatang sekaligus menguasai 20 persen pangsa pasar jet kategori 100 tempat duduk, yang kini didominasi oleh Embraer dan Bombardier.
Tetapi tampaknya dengan insiden di Bogor, rencana itu tidak akan berjalan mulus. Hilangnya Superjet 100 di sekitar Gunung Salak, Jawa Barat mungkin hanya akan menegaskan wajah asli industri penerbangan sipil Rusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar