Pesawat Sukhoi Superjet 100 sejak Rabu (9/5) sekitar pukul 14.51 WIB
mengalami hilang kontak. Sejumlah upaya dikerahkan untuk mencari pesawat
tersebut.
Alhasil, melalui pencarian udara, tim pencari
berhasil menemukan lokasi pesawat. Namun sayang, pesawat ditemukan dalam
kondisi hancur karena menabrak lereng Gunung Salak.
Hal itu
langsung menimbulkan sejumlah pertanyaan. Salah satunya adalah soal
penyebab jatuhnya pesawat buatan Rusia itu. Faktor cuaca, kesalahan
manusia, dan kerusakan mesin menjadi sejumlah dugaan penyebab jatuhnya
pesawat nahas itu. Namun, dari dugaan itu, faktor manakah yang paling
besar kemungkinannya?
Cuaca di Gunung Salak memang mudah sekali
berubah. Kabut tebal kerap kali muncul dan menghalangi pandangan pilot
dalam menerbangkan pesawat. Namun, saat pesawat nahas itu melintas di
gunung yang berada di Jawa Barat itu kondisi cuaca dalam keadaan
bersahabat.
Hal ini diketahui dari hasil laporan radar cuaca yang
dimiliki BMKG. "Waktu jatuh, tidak ada awan yang ekstrem atau petir,
cuaca cukup baik tidak terlalu ekstrem. Memang ada awan tapi bukan awan
yang menimbulkan petir atau guntur," kata petugas prakiraan cuaca BMKG,
Fadli, saat berbincang dengan merdeka.com.
Lantas mungkinkah
Sukhoi jatuh karena tertarik daya magnet gunung yang terkenal mistis
itu? Dugaan yang satu ini pun sepertinya tak cukup kuat. Sebab, daya
magnet yang dimiliki tanah dan bebatuan di gunung itu tak cukup kuat
menarik benda sebesar pesawat yang sedang melesat dalam kecepatan
tinggi.
"Saya melihat, pesawat itu bergerak cepat di udara, jadi
mana mungkin ditarik oleh magnet di bebatuan Gunung Salak. Karena magnet
di tanah dan batu itu kecil dan tidak mungkin bisa menarik," kata
Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Surono.
Informasi
tersebut, menjadi salah satu masukan yang dapat menjadi pertimbangan,
bahwa faktor cuaca bukan faktor utama yang mengakibatkan pesawat buatan
Rusia itu jatuh di Gunung Salak. Lantas bagaimana dengan kemungkinan
kerusakan mesin?
Jika dilihat dari sisi mesin, pesawat buatan
negeri beruang merah itu tergolong canggih. Sebab, pesawat dilengkapi
sejumlah alat baru. Selain dilengkapi sebuah alat peringatan yang
bernama Ground Proximity Warning System (GPWS), pesawat juga dilengkapi
dengan sistem komputerisasi yang handal.
"Pesawat itu baru,
peralatannya juga bagus, pilotnya kapten instruktur. Jadi tidak ada
alasan menabrak gunung," kata mantan Kepala Staf TNI Angkatan Udara
(KASAU) Marsekal TNI (Purn) Chappy Hakim.
Tak hanya itu, pesawat
juga masih dalam kategori baru. Sebab, pesawat komersil itu tiba di
Indonesia dalam rangka menjalani rangkaian promosi.
Lalu
bagaimana dengan kemungkinan terjadinya kelalaian manusia (human error)?
Perlu diketahui, pilot yang mengendarai pesawat itu bukan sembarang
pilot. Sebab, sang pilot adalah seorang pilot senior berpengalaman dan
sempat menjadi pilot pesawat tempur. Pilot bernama Aleksander
Nikolaevich Yablonstsev itu bahkan pernah menjalani pendidikan sebagai
kosmonot.
Namun, pemerintah Rusia sendiri percaya kecelakaan
tersebut terjadi akibat kelalaian manusia. Kesimpulan itu didapat
setelah pemerintah Rusia menghubungi sejumlah pakar penerbangan.
"Kelalaian
manusia paling memungkinkan sebagai penyebab insiden itu," kata Wakil
Perdana Menteri Dmitry Rogozin, seperti dilansir kantor berita Rusia
RIA-Novosti, Jumat (11/5).
Meski demikian, ada suatu hal yang
janggal. Sebab, sebelum pesawat dinyatakan hilang kontak, sang pilot
sempat meminta izin untuk menurunkan ketinggian pesawat dari ketinggian
10 ribu kaki ke 6 ribu kaki. Dan hingga saat ini penyebab sang pilot
menurunkan ketinggian pesawat itu belum diketahui.
Hingga saat
ini, penyebab pasti jatuhnya pesawat itu masih belum diketahui. Menurut
aturan yang berlaku, penyebab pasti kecelakaan baru dapat diketahui
setelah kotak hitam (black box) pesawat ditemukan dan diteliti.
Sebab,
dalam kotak hitam itu berisi percakapan sang pilot selama 30 menit
sebelum terjadinya kecelakaan. Segala kemungkinan bisa saja menjadi
penyebab kecelakaan tersebut. Yang terpenting adalah, bagaimana kejadian
serupa tak terjadi lagi di kemudian hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar